Yeay. I was going to go to Makassar, the big city of South
Sulawesi. Sebuah tempat yang pengeeeennn banget gue kunjungi selama ini, ya,
nggak sampai hari ini sih, tepatnya sampai dengan sebelum gue menginjakkan kaki
di bumi Celebes.
Ceritanya, pada hari Jumat, tertanggal
28 Maret 2014, selepas sholat maghrib di kantor tempat gue On the Job Training
(OJT) di Salatiga, kata salah seorang pegawai yang berinisial Bu Tipuk, ada
pengumuman penempatan, temen-temen gue lagi berkumpul di salah satu ruangan,
heboh memperhatikan pengumuman yang baru saja ter-publish. Oiya, biasanya kalau
hari Jumat sore gue pulang kampung, mumpung masih deket, nebeng pula.
Hehehe… Dan, karena hari Sabtu itu ada
lembur penerimaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi yang paling
lambat tanggal 31 Maret—sebenernya gue nggak dapet jatah lembur mengingat tempat
tinggal gue yang luar kota—tapi karena menggantikan seorang teman, makanya
dengan ikhlas seikhlasnya gue masuk. Yaa, nggak papa juga sih, soalnya hari
Seninnya libur, sekalian belajar membantu Wajib Pajak yang kesulitan mengisi
SPT Tahunan, meskipun sampai nggak sempet makan saking ramenya. Seru!
Oke, balik ke hari Jumat ba’da
maghrib. Yaa, gue masih nyantai saja seperti tidak akan menemukan suatu hal
yang mengejutkan, sangat mengejutkan. Baiklah, gue buka, dengan perasaan yang
sangat biasa saja. File yang diunduh lebih dari 6 MB. Nggak sampai semenit,
file sudah ter-download sempurna. Amati satu persatu. Kebetulan di samping gua
duduk seorang satpam yang berinisal Bang Je. “Ctrl F wae ben cepet”, katanya.
Oiyaa. Klik! Jeng jeng jeeeennnngggggg….
Bantaeng. KPP Pratama Bantaeng
Bagian depan KPP Pratama Bantaeng |
Aneh mendengarnya? Belum pernah sekalipun mendengar, apalagi pergi
ke sana? Sama. Gue juga. Di pulau mana juga gue nggak tau. Ketawa aja lah,
ngakak. Asing. Ya kali gue mau nangis saat itu juga?
Setelah gue lihat Kantor Wilayahnya, barulah gue tau bahwa
Bantaeng itu di Sulawesi. Whooottt?? Oh my Robb, mimpi apa gue semalem? Secepat ini gue
akan meninggalkan tanah Jawa tercinta. Aaaarrrggghhh. Gue masih pengen di sini
lebih lama lagi. Sukur sukuur bisa penempatan di sini juga. Harapan yang sangat
kecil kemungkinannya untuk terwujud.
Wait. Saatnya melihat penempatan teman-teman yang lain. Ada yang
dapat Sanggau, Mempawah, Argamakmur, Pangkalan Kerinci, Singkawang, Majene,
Palu, Bojonegoro, Jakarta, Bengkulu, Tanjung Balai Karimun. Bagi yang nggak tau
dimana, silakan cari di peta. Jangan peta buta tapi. Nggak ada yang sekantor
sama gue. Padahal gue berharap paling nggak ada satu yang sekantor sama gue.
Tapi lumayan sih, ada yang se-Kanwil, meskipun beda propinsi, Sulawesi Barat
tepatnya Majene. Sumpah, gue Cuma bisa ngakak membaca tempat-tempat yang masih
sangat asing itu.
Okelah, let’s see where Bantaeng is. Buka google maps. Olalaaa… Ternyata
eh ternyata berada di paling selatan Pulau Sulawesi, dekat pantai. Keknya nggak
begitu jauh dengan Makassar. Pengennya kalo dapat penempatan Sulawesi ya di
Makassar. Ee ini, dapat Makassar juga sih, tapi masih dilanjut dengan
perjalanan darat yang sepertinya, gue taksir sekitar 4 jam Yaa, not bad lah,
setidaknya bisa lihat pantai, sukur sukur tiap hari. Bersyukur saja. Ah,
sepertinya mau bersyukur kok berat banget ya? Gue merasa terbuang dari dunia.
Astaghfirullaah.
Baru deh, malemnya gue merenung. Kenapa ya, gue bisa dapet
penempatan di seberang seberang seberang pulau? Pulau yang belum gue ingin
kunjungi dalam waktu dekat ini. Keinginan merantau ke luar Jawa sih ada, tapi
ya ke Bali atau Batam, bukan Solo, Solowesi. Hihihi…
Pengen nangis. Karena jauh---iya. Karena berpisah dengan orang tua
dan keluarga---jelas. Karena harus mengucapkan say good bye ke teman-teman
kantor yang gue kenal selama 6 bulan ini---so pasti. Sedih sih, tapi gue
mencoba ambil positifnya aja. Mumpung masih muda, jalan-jalan, eh, dapet
penempatan di luar Jawa. Bertemu dengan orang-orang baru dan mempelajari
budaya. Indonesia kan nggak hanya Jawa aja.
Untungnya, ada temen sekantor yang punya temen di Bantaeng, jadi
gue bisa sedikit tanya-tanya.
Oiya, kami diharuskan lapor ke kantor baru paling lambat tanggal 8
April. Fiuuhhh,, gimana critanya? Orang tanggal 9 aja pemilu. Masak mau golput?
Kata Pak Ustadz. Kalo golput disebut muharibin, cuek politik, nggak peduli
dengan Negara yang ditempatinya, adhuh, bener nggak ya? Dengerinnya pas khotbah
Jumat sih, jadi sambil ngantuk-ngantuk, maklum. Hehehe…
Gue menunggu keajaiban, siapa tahu ada pengunduran, jadi tanggal
14 mungkin, atau ditunda sampai beberapa bulan. Atau bahkan perubahan
pengumuman sehingga gue dapet di Jawa. Ah, Khayalan yang berlebihan. Daaannn,
benar saja. Hari Kamis tanggal 1 April, pengumuman yang gue harapkan tiba. Namun,
harapan gue semuanya meleset. Diundur sih diundur, Cuma jadi tanggal 11 April.
Jiaahhh… tanggung banget, masak hari Jumat? Nggak hari Senin sekalian. Gue
masih menunggu miracle lagi yang pada akhirnya tidak muncul lagi. Yasuda. Mau
nggak mau harus membeli tiket ke Makassar. Tanggal 9 selepas nyoblos gue
meninggalkan rumah orang tua. Huhuhu…
Sebelum berangkat, hari Jumat, ada perpisahan. Eh, Rabu-nya dulu
dhenk. Bareng seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon) yang di lantai 2.
Sebenarnya gue sudah nggak di seksi tersebut. Namun, karena awal-awal OJT gue
ditempatkan di sana selama sebulan lebih, makanya gue diajak. Lumayan.
Hari
Jumat-nya, perpisahan dari kantor. Ah, gue nggak suka dengan yang namanya
perpisahan. Kenapa harus ada perpisahan??? Oke, lupakan.
Waktu perpisahan di aula bersama—hampir semua—pegawai, gue hampir
nangis. Cuma gue masih bisa menahan dengan tawa getir. Salaman dengan pegawai
yang lain ya harus sambil senyum, namun dalam hati menangis. Enam bulan begitu
cepat berlalu. Pikiran gue melayang selama enam bulan terakhir. Dari awal gue
menginjakkan kaki di Kota kecil yang berada di tengah-tengah Kabupaten Semarang,
bertemu orang-orang hebat, mengenal teman yang asyik-asyik, menjelajah kota,
belajar menghadapi Wajib Pajak dengan segala sifatnya, mengingat setiap Jumat
sore yang mudik dan berdesak-desakan di bis jurusan Semarang-Jogjakarta ketika
nggak ada tebengan, dan masih banyak lagi.
Selepas perpisahan di aula, beberapa dari kami dikumpulkan di
ruang seksi pelayanan, tempat gue mengabdi selama dua bulan terakhir, tempat
dimana gue dapet banyaaaakkk sekali pengalaman berharga, mulai dari dimaki-maki
WP, sering dimarahi Bu Kepala Seksi, dituntut untuk bisa multi tasking dalam
sutu waktu, lembur sampai jam 11 malem,
and many more. Awalnya kami
dikumpulkan Cuma berempat. Namun lama-lama jadi lebih banyak. Waktu itu, kami
dinasihati macem-macem oleh Bu Kasi—Bu Yuni, sampai nangis-nangis. Gue bisa
bertahan nggak ngeluarin air mata, meski juga pengen nangis. Gue malah geli
aja, ngeliat temen-temen gue yang cukup nakal, tetiba sesenggukan. Pengen
ketawa, tapi saaat itu bukanlah timing yang pas. Sorry, broo… Ba’da sholat
Jumat, berdelapan, kami diajak makan di café oleh Bu Tipuk. Makan bersama
terakhir sebelum berpisah. Ntah kapan bisa mengulangi lagi.
Nggak terasa, hari semakin sore. Padahal gue berharap, hari itu
berjalan lambat sehingga masih bisa bersama lebih lama lagi. Waktu berpisah
semakin dekat. Enam dari kami akan berangkat di hari Sabtu dan Minggu,
sementara enam lagi akan berangkat setelah pemilu. Sore itu, gue memilih untuk
naik bus saja, meskipun ada tawaran tebengan. Gue pengen merasakan ngebis
terakhir dari Salatiga ke Magelang. Yaa, meskipun di dalam bis, air mata gue
pengen keluar terus. Gue harus kuat.
Hari Selasa siang, gue dapet sms dari pegawai di Bantaeng. Katanya
sudah ada pembagian seksi bagi pegawai baru seperti gue. Lhah? Gue aja belum
sampai sana, udah main bagi-bagi aja. Ya, terkadang hidup memang nggak adil,
sob. Gue sih berharap dapat di seksi pelayanan. Namun, apa mau dikata, justru
gue harus rela “dibuang” lagi. Bukan di kantor Bantaeng, melainkan di
Sungguminasa. Mana lagi ituuu??? Belom sempet liat Bantaeng juga. Gue cek di
google maps. Ternyata Sungguminasa itu persis di sebelah selatannya Makassar.
Alhamdulillaah, didekatkan dengan bandara.
Sungguhbinasa atau Sungguhnelangsa?? |
Sorenya, diakhiri dengan makan bersama pegawai seksi Pelayanan,
tepatnya bagian Tempat Pelayanan Terpadu (semacam teller kalo di bank). Thank’s
Robb, Kau telah memberikan akhir yang baik selama enam bulan hamba di Salatiga.
Hari yang ditentukan pun tiba. Ba’da Zhuhur, gue dianter oleh
bonyok, kakak dan ponakan gue sampai Bandara Adi Sucipto. Sepanjang perjalanan,
gue hanya terdiam membisu, memperhatikan setiap jengkal jalan yang gue lewati.
Sesekali membalas sms dari teman.
Saatnya berpisah sementara dengan keluarga tercinta. Nggak begitu
berat sih, soalnya sudah merantau di Jakarta selamat 4 tahun. Bedanya, sekarang
harus naik “montor mabur” kalau mau pulang. Nggak seperti dulu, naik bus atau
kereta api pun bisa. Lebih murah.
Take off------
Burung Besi yang gue tumpangi |
No comments:
Post a Comment