Sunday, December 11, 2011

Jubah Surga


Membaca novel berjudul “SURGA UNTUK ANAKKU’, belum selesai sih, Cuman aku bisa mengira-ira bagaimana endingnya hanya dengan membaca judul-judul dari tiap kejadian yang ada di novel tersebut.

Sebuah novel yang mampu membuat aku kembali bersemangat untuk melakukan sebuah impian yang dulu pernah aku dambakan. Sebuah novel yang menyadarkanku agar aku tak lagi seperti sekarang ini lagi. novel yang menggugah hatiku akan suatu hal yang kelak bisa aku persembahkan untuk dua orang malaikat yang diturunkan oleh Allah swt di dunia ini kepadaku. Insya Allah...

Novel itu bercerita tentang dua orang anak yang “disuruh” oleh kedua orang tuanya untuk masuk ke ponpes agar bisa menjadi hafidz. Mereka masih kecil. Belum genap tujuh tahun. Namun, sebuah tindakan yang memang pantas diambil mengingat tak sedikit para salafush sholih yang hafal al Qur’an ketika belum baligh. Hanya satu keinginan dari orang tua itu: kelak, di akhirat anak-anak mereka bisa memberikan jubah surga bagi mereka. Subhanallah.

Hmmm.... tiba-tiba saja aku teringat harapanku dulu. Aku ingin mempersembahkan jubah surga kepada malaikat itu, kedua orang tuaku. Ah, andai saja aku konsisten dengan apa yang aku impikan, mungkin aku sudah mampu menghafal lebih dari yang kuhafal saat ini. astaghfirullah...

Memang, sebuah hadiah yang istimewa itu juga perlu pengorbanan yang berat dan susah. Namun, bukan berarti tidak mungkin, kan? Pasti ada jalan.

Mulai saat ini, harus lebih giat lagi untuk mengahfal al Qur’an, nggak boleh malas lagi. Aku pasti BISA!!!

Ya Allah, semoga Engkau tetap memberi hamba kekuatan dan jalan terbaik...

Bunda, Ayah, doakan anakmu agar mampu mempersembahkan jubah itu sebagai tanda cinta dan baktiku kepada kalian...

Aamiin....

Saturday, November 26, 2011

Surat Untuk Pejabat


Bapak Pejabat yang saya hormati...
Apa kabar “di sana”?
Apa yang sedang Bapak lakukan sekarang?
Pasti sedang sibuk dengan “urusan” negara, bukan?
Berbahagiakah Bapak berada di tempat yang Bapak impi-impikan sejak dulu?
Apakah Bapak masih ingat dengan kami yang dulu memperjuangkan “nasib” Anda?

Bapak Pejabat...
Bagaimana dengan keluarga Anda di rumah?
Apakah Bapak selalu menyediakan waktu berkumpul dengan mereka?
Apakah Anda mendidik putra-putri Anda dengan akhlak yang baik?

Bapak Pejabat...
Apa yang telah Bapak perbuat untuk bangsa ini?
Apa janji yang telah Anda realisasikan untuk rakyat ini?

Bapak Pejabat,,,
Tidakkah bapak ingat dengan kata-kata yang telah Bapak ucapkan waktu itu?
Apakah Bapak sudah mendapatkan “apa” yang telah Bapak inginkan sehingga mengabaikan kami di sini?

Bapak Pejabat...
Kami tak butuh omong kosong yang tak diikuti dengan tindakan.
Kami tak butuh rencana “manis” yang hanya manis di mulut.
Kami tak butuh kebijakan ini-itu yang tidak ada bijaknya sama sekali dengan si pembuatnya

Bapak Pejabat...
Sudah seberapa kayakah bapak sekarang?
Sudah berapa milyar uang kami yang Anda pakai untuk kesenangan diri Anda?

Bapak Pejabat...
Apakah Anda tidak malu dengan diri Anda sendiri?
Apakah Anda tidak malu dengan keluarga Anda?
Apakah Anda tidak malu dengan rakyat?
Apakah Anda tidak malu dengan Tuhan?

Bapak Pejabat...
Tidakkah Bapak membuka mata untuk melihat keadaan rumah kami?
Tidakkah Anda mendengar rengekan anak-anak kami yang hanya sekedar minta susu namun tak kami beri?
Tidakkah Anda berpikir tentang masa depan anak-anak sekolah?
Tidakkah Anda mau membuka tangan hanya untuk sekedar memberikan sedikit kebahagiaan bagi anak jalanan?
Tidakkah Anda mambuka hati untuk merasakan penderitaan kami?

Bapak Pejabat...
Nyamankah Anda mendiami rumah Anda?
Nikmatkah Anda memakan semua hidangan yang sebenarnya bukan untuk Anda?
Tenangkah Anda dengan keadaan rakyat yang jauh dari keadaan Anda?
Senangkah Anda dengan semua ini?

Bapak pejabat...
Tegakah Bapak memberi makan anak-istri Anda dengan yang Bapak dapatkan?

Saturday, November 19, 2011

Untukmu Para Pemuda-Pemudi


Bismillaahirrahmaanirrahiim...

masa muda usiaku kini
warna hidup tinggal kupilih
namun aku telah putuskan
hidup di atas kebenaran

Sebuah lagu dari edCoustic yang berjudul Masa Muda mengawali tulisan saya malam ini. Kenapa? Karena saya adalah seorang pemuda dan saya sangat miris melihat polah pemuda zaman sekarang ini. Kebanyakan pemuda saat ini, seperti tidak mempunyai sopan santun. Mereka melakukan hal-hal yang tidak ada manfaatnya bagi orang lain, justru malah sebaliknya. Memang tidak semua pemuda seperti itu, tapi saya bilang “kebanyakan”.

Coba lihatlah lingkungan di sekitar kita. Barapa persenkah para pemuda yang berakhlak baik dan peduli terhadap orang lain, serta yang hatinya terikat dengan masjid? Tak lebih dari hitungan jari dua tangan. Miris sekali. Di saat pemuda itu adalah harapan bangsa dan agama, tapi mereka justru bertindak sebagai “pengacau”.

Sebenarnya, kita itu, para pemuda, mempunyai potensi-potensi yang “super sekali”. Saya tahu, kita sadar  kan potensi itu. Namun, potensi yang ada di dalam diri sendiri justru tidak digunakan untuk sesuatu yang positif.

Potensi pertama adalah keberanian. Pemuda itu mempunyai tingkat keberanian yang paling tinggi jika dibandingkan masa yang lain. Ketika masih kanak-kanak, tentu tingkat keberaniannya tidak akan bisa menyamai tingkat keneranian pemuda. Masa tua apalagi. Sikap berani yang patut dicontoh adalah sikap berani dari Nabiyullah Ibrahim as., yang telah Allah swt abadikan di dalam Q.S. Al Anbiya’ ayat 60,
Mereka berkata: "Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim ."

Nabi Ibrahim as yang kala itu masih menjadi pemuda, menghancurkan “Tuhan-Tuhan” ayahnya dan orang-orang kafir. Betapa beraninya sikap beliau dalam melakukan hal itu. Jika mungkin kita dihadapkan pada kenyataan seperti itu, saya tidak yakin akan ada yng berani bertindak demikian.

Keberanian yang ditunjukkan oleh Nabi Ibrahim as adalah sebuah sikap berani yang positif, berani dalam memerangi kekafiran, berani dalam melakukan tindakan yang benar. Itu yang sejatinya perlu kita ambil pelajaran dari kisah beliau. Bukan sikap berani terhadap orang tua ataupun guru. Bukan juga sikap berani dalam melakukan hal tercela. Berani sih berani, tapi tidak pada tempatnya.

Potensi yang kedua adalah fisik yang kuat. Ya, memang benar. Pemuda adalah sosok yang kuat, gagah dan semangat. Tidak seperti anak kecil atau orang yang sudah “sepuh”. Masa muda adalah masi di mana fisik sedang berada di dalam puncak-puncaknya. Mampu mengerjakan hal yang berat, yang tidak mampu dilakukan oleh anak kecil atau orang tua.

Dan Musa masuk ke kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lengah[1115], maka didapatinya di dalam kota itu dua orang laki-laki yang ber- kelahi; yang seorang dari golongannya (Bani Israil) dan seorang (lagi) dari musuhnya (kaum Fir'aun). Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah musuhnya itu. Musa berkata: "Ini adalah perbuatan syaitan sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).(Q.S. Al Qoshosh : 15)

Di atas adalah sebuah contoh betapa fisik yang dimilki oleh pemuda itu memang kuat. Nabi Musa as meninju musuhnya hingga mati. Bukankah itu sangat kuat? Kita saja belum tentu mampu melakukannya.

Kita bisa mencontohnya. Namun, tidak perlu dengan meninju orang sampai mati. Bisa-bisa malah panjang masalahnya. Para pemuda bisa memanfaatkan fisik yang kuat untuk membantu orang yang sedang meminta bantuan yang sifatnya membutuhkan tenaga. Bisa juga berdakwah ke tempat yang letaknya cukup jauh. Atau mungkin dengan kegiatan yang positif lainnya tapi dengan frekuensi yang lebih besar daripada orang tua dan anak-anak.

Potensi yang ketiga, terakhir, adalah otak yang encer. Pemuda diberi kelebihan kemampuan dalam mencerna setiap informasi yang diterima daripada orang tua dan anak-anak. Dalam membedakan mana yang hak dan mana yang batil, para pemuda seharusnya pun lebih mengerti. Tapi, kebanyakan (lagi), pemuda bersikap acuh. Mereka melakukan tindakan yang sesuai dengan keinginan mereka.

Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. (Q.S. Al Kahfi : 13).

Nah, dari ayat di atas dapat diketahui bahwa pemuda yang beriman, akan diberi tambahan petunjuk oleh Allah swt. Pemuda beriman di sini tentunya pemuda yang cerdas. Beriman, jika dikaitkan dengan penjelasan di atas, adalah mampu membedakan antara yang hak dan yang batil. Petunjuk, adalah sebuah kemampuan lebih yang diberikan oleh Allah swt, misalnya saja kemampuan untuk menjadi insan yang lebih baik daripada mereka—pemuda yang tidak mau beriman.

Wallahu a’lam bish showab.

Bahagia

 Sebenarnya, apa sih tujuan hidup kita ini di dunia ini? Mencari kekayaan? Ketenaran?  Atau kepangkatan? atau, mau sukses? Nah, saya rasa, yang terakhir ini adalah dambaan setiap orang, termasuk saya sendiri. Namun, apakah makna sukses yang sebenarnya, makna sukses sejati itu sendiri? Akah yang terpikir adalah menjadi seorang artis itu sukses? Menjadi direktur utama itu sukses? Menjadi milyuner itu juga sukses? Tidak! Sukses yang sebenarnya tidak diukur dengan kekayaan, ketenaran atau kepamngkatan. Sukses adalah orang miskin yang tak merasa dirinya miskin. Orang yang bisa mensyukuri hiduo. Orang yang bisa menikmati hidupnya. Orang yang cinta terhada aa yang dilakukannya. Dia tidak mengejar kekayaan, ketenaran atau un kepangkatan.

Ketahuilah, bahwa kekayaan, ketenaran dan kepangkatan bukanlah sukses sejati. Mereka adalh kenikmatan sesaat. Ketika seseorang menjadi kaya, dia hanya akan menikmati dan merasa “wah” ketika  dia baru menjadi kaya. Setelah dia merasakan kaya sementara, dia akan merasa biasa. ‘oh, ternyata kaya itu Cuma seerti ini.’ ketika seseorang mendadak jadi artis, dia akan merasa senang dan bangga. Namun, seiring dengan perjalanan karirnya, lama-kelamaan dia akan merasa bosan dengan ketenarannya itu.

Kesuksesan adalah tentang keseimbangan hidup. Keseimbangan dalam artian, tetap berjuang mewujudkan mimpi tapi tak lupa dengan keadaan diri sendiri. Mentang-mentang mau menjadi artis yang terkenal, terus lupa kalu sedang tidak fit. Dan akhirnya sakit. Nggak lucu, , kan?

Kesuksesan itu berkaitan erat dengan orang lain. Orang yang sukses tidak akan menganggap orang lain itu tidak ada. Mereka tetap membantu orang lain semampunya. Selalu memberi pertolongan kepada orang lain. Tetap bisa memberi manfaat kepada orang lain. Namun, ketika orang sukses itu terus-terusan memberi manfaat bagi orang lain, bukan berarti dia tak mau tau urusan diri sendiri. dia tetap setia mengejar cita-cita mulia, Cita-cita kebenaran yang diimpikannya.

Banyak manfaat yang diberikan oleh orang yang sukses. Sampai-sampai, orang lain mengabadikannya. Namun, sebenarnya, dia tidak mengharapkan apapun dari orang lain. Sikapnya tanpa pamrihnyalah yang menjadi dasar kenapa dia membantu orang lain. Dia tidak butuh pujian, imbalan atau bonus. Dia melakukan semuanya karena sebagai wujud syukur kepada Sang Pemberi kehidupan.

Lalu, bisa nggak kita mengejar sukses sejati dan kekayaan, ketenaran atau kepangkatan? pertanyaan yang bagus. Sebelum menjawab, saya punya anaalogi yang menarik. Ketika Anda naik motor, bisakah Anda melihat ke depan dan ke arah spion dalam waktu yang bersamaan? Tidak, kan? Okelah, kalau begitu, selama lima detik, pandanglah ke depan, dan lima detik berikutnya ke arah spion. Begitu terus sampai anda mencapai tempat yang Anda tuju. Nggak mungkin juga, kan? Ketika Anda sedang konsentrsi melihat ke arah spion, tiba-tiba dari arah depan Anda ada kendaraan yang menyebrang tanpa aturan, dan Anda tidak mengetahuinya. Bisa dibayangkan apa yang terjadi?

Nah, begitu juga dengan pertanyaan tadi. Tidak bisa. Itu jawabannya. Anda harus fokus pada satu tujuan. Ketika Anda menginginkan sukses sejati, lupakan apa yang namanya kekayaan, ketenaran dan kepangkatan. pikirkan bahwa Anda akan selalu bersyukur dan membantu orang lain. Jangan egois. Kekayaan, ketenaran dan kepangkatan hanyalah sebuah bonus yang tak pasti datangnya. Kita harus yakini itu. Ketika bonus itu datang, kita harus syukuri itu. Ketika mereka tidak hinggap di hidup kita? Jangan sesali itu. Tetap syukuri yang ada. Yang pasti, kita sudah mendapatkan sebuah kebahagiaan yang lebih indah dari kaya, tenar atau pangkat. Karena bahagia tak bisa diuukur dengan materi. Bahagia itu tidak bisa dilihat dari satu sisi dan sesaat. Bahagia adalah proses. Proses bagaimana seseorang menjalani hidpnya dengan indah, tanpa pernah mengeluh dan menyalahkan takdir serta ketenangan dalam hal apapun. Dan sebaik-baik bahagia adalah akhir yang bahagia...

Thursday, October 20, 2011

Alles is Liefde

Rembulan tampak malu-malu untuk memperlihatkan dirinya. Bersembunyi di balik awan kelabu yang menghiasi langit malam. Beribu-ribu bintang gemerlapan menambah indahnya lukisan alam Sang Maha Pencipta. Sesekali, terlihat ada yang bergerak di atas sana. Mungkin, itu adalah pesawat yang sedang melintas di atasku berdiri atau pun ada meteor yang sedang berkeliling tata surya. Suara jangkrik yang bersahut-sahutan dari beberapa penjuru tempat, membuat suasana malam ini semakin nyaman jika dihabiskan dengan bernostalgia bersama keluarga dan orang-orang yang dicintai. Dari kejauhan, juga terdengar suara lolongan anjing yang sepertinya sedang memanggil teman-temannya yang berada cukup jauh dari tempatnya berdiam diri. Beberapa orang masih terlihat sedang saling bercanda, malah ada juga yang sedang marah-marah sambil berteriak-teriak. Sungguh malam yang penuh dengan fenomena-fenomena, baik alam atau buatan.

Aku, masih terdiam di bangkui yang sengaja aku tempatkan di halaman rumah. Bukan tanpa maksud aku melakukan demikian. Aku tidak duduk di bangku itu, namun tidur terlentang menghadap ke arah langit. Memperhatikan setiap sentimeter apa yang terjadi di atas sana. Ya, itu adalah sebuah kebiasaanku hampir tiap malam. Sebuah tindakan yang agak aneh memang, tapi aku suka dengannya. Daripada membuka buku pelajaran yang sudah cukup membuat aku bosan atau pun menonton siaran televisi yang tak pernah ada kejelasannya, mending menyaksikan keindahan ciptaan-Nya yang tak pernah ku tahu di mana batasnya itu.

Sambil mengunyah permen karet yang sudah tak ada rasanya lagi, aku memutar lagu dari playlist yang ada di HP ku. Sebuah lagu Barat aku pilih untuk menemani malamku. Lagu itu mengalun pelan dari HP yang sudah kumiliki selama hampir satu tahun terakhir dengan kerja kerasku selama mengajar beberapa anak yang memang ingin belajar privat.

If I could fall into the sky
Do you think time would pass me by
‘Cause you know I’d walk a thousand miles
Just see you tonight

Sebuah lagu yang pas banget dengan apa yang kurasakan saat ini. Tanpa sengaja, aku melantunkan dengan suara lirih. Pikiranku melayang ke suatu masa ketika aku berjumpa kamu kali pertama. Aku tak ingat persis sedang apa kamu saat itu. Yang pasti, aku melihatmu sedang duduk di pojok kelas sambil ngobrol dengan teman sebelahmu. Waktu itu, aku tak “ngeh” dengan kamu. Tak ada rasa apa-apa. Ku anggap akmu sebagai teman seperti yang lain, tak lebih. Bahkan, aku jarang bicara denganmu.

Sampai suatu saat, aku tak ingat kapan itu, kita mulai tahu sama lain. Kita mulai terbuka, saling ejek, ngobrol ke sana kemari yang tak jelas juntrungannya, sampai  makan bersama, bukan bersama dalam artian Cuma berdua, tapi bersama banyak orang. Hehehe... entah apa ynag membuat kita jadi semakin akrab dan mempunyai beberapa kesamaan yang—bisa dibilang—agak aneh. Hmmm, benar juga kata pepatah, bahwa beberapa orang yang mempunyai kesamaan akan berkumpul jadi satu. Tak diragukan lagi.

Aku tersenyum sendirian—bukan gila—sambil memencet HP tak beraturan. Lalu, aku memejamkan mata seraya berdendang sesuai lagu yang sedang mengalun dari HP ku. Beberapa saat, ku buka mataku. Kembali sang rembulan tertutup awan yang dari tadi tak mau berpindah dari tempat nongkrongnya semula. Perhatianku tertuju pada sebuah bintang paling terang yang berhasil tertangkap oleh retina mataku. Cantik. Kupandangi benda langit itu cukup lama. Sepertinya, dia tak sadar jika kutatap terus-terusan. Buktinya, tetap saja setia di tempat itu. J

Bintang...Bulan..., sampaikanlah padanya bahwa aku sedang merindukannya.