Thursday, May 8, 2014

My Traveling Stories In Celebes (Fort Rotterdam)


Benteng Fort Rotterdam adalah sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna. Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi batu padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di daerah Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk seperti seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat jelas filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu dapat hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.

Nama asli benteng ini adalah Benteng Ujung Pandang, biasa juga orang Gowa-Makassar menyebut benteng ini dengan sebutan Benteng Panyyua yang merupakan markas pasukan katak Kerajaan Gowa. Kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menandatangani perjanjian Bungayya yang salah satu pasalnya mewajibkan Kerajaan Gowa untuk menyerahkan benteng ini kepada Belanda. Pada saat Belanda menempati benteng ini, nama Benteng Ujung Pandang diubah menjadi Fort Rotterdam. Cornelis Speelman sengaja memilih nama Fort Rotterdam untuk mengenang daerah kelahirannya di Belanda. Benteng ini kemudian digunakan oleh Belanda sebagai pusat penampungan rempah-rempah di Indonesia bagian timur.

Informasi mengenai Benteng
Memasuki gerbang benteng, kami lapor dulu di bagian security sekaligus administraasi. Setelah mengisi nama dan data lainnya, kami menanyakan apakah ada tiket masuknya atau tidak. Ternyata tidak, Cuma ada uang sukarela. Wah, itu yang bikin bingung. Mau ngasih dikit nggak enak, mau ngasih banyak kok ‘eman-eman’. Goceng apa ceban? Ceban saja lah. Kok rasanya nggak tega mau ngasih goceng. Tas kami titipkan di pos tersebut, berat, euy! Cuma kamera yang dibawa, sebagai alat untuk mendokumentasikan setiap jengkal benteng dan yang lebih penting adalah untuk mengabadikan tingkah konyol yang sedikit memalukan. Aish!

bagian tengah Benteng Fort Rotterdam
Gue berharap di dalam bentengnya ada sebuah bangunan lama yang masih terjaga keotentikannya, dan dikelilingi oleh tembok yang tinggi dan tebal sebagai pelindung ketika penjajah akan menyerang warga pribumi kala itu. Ya, gue pernah mengunjungi Benteng Van der Wijck di Kebumen, dan itu dikelilingi tembok besar dan tebal, yang sekarang, di atasnya dibuat jalur kereta sangat mini yang melaju seperti orang berjalan kaki, saking lambatnya. Jadinya gue men-generate bahwa semua benteng ya seperti itu, bukan ada jalur keretanya lho. Di dalam Benteng Fort Rotterdam hanya ada sedikit reruntuhan batu yang masih tersisa. Entah memang tinggal segitu atau memang dari dulu segitu.

bagian barat benteng 
pemandangan di luar benteng
sisa-sisa reruntuhan benteng
halaman parkir
Di sana juga terdapat penjara Pangeran Diponegoro. Gue sempet mengintip lewat jendela, eh nggak ngintip dheng, orang jendelanya aja dibuka lebar-lebar. Ternyata ukuran ruangan tersebut sekitar 5x5 meter persegi. Di dalamnya ada pintu tak berdaun pintu yang tingginya hanya sekitar satu meter. Mungkin di baliknya itulah yang dijadikan sebagai penjara Pangeran Diponegoro. Sempit sekali sepertinya. Sadis.

petunjuk ruang tahanan P. Diponegoro
ruang tahanan P Diponegoro

Selain itu, ada juga bastion-bastion yang berada di dalam benteng. Bastion Istilah berasal dari arsitektur militer, yang berarti bagian memproyeksikan sebuah benteng (dari kata Italia 'bastire', membangun). Dalam taman itu berarti titik proyeksi (biasanya berbentuk segi delapan atau melingkar) di sebuah taman bertembok. Ada lima bastion, yaitu bastion Bone, bastion Bacan, bastion Amboina, bastion Mandarsyah, dan bastion Buton.
Bstion Bone
bastion Amboina
Bastion Bacan
Gue berjalan mengelilingi setiap inchi area benteng yang berada di dekat garis pantai barat Kota Makassar sambil sesekali mengambil gambar dengan pocket camera. Pada saat yang bersamaan, ada sepasang kekasih yang melakukan foto prewed. Panas-panas gini. Nggak takut make up-nya luntur apa? Si tukang potretnya malah asyik berteduh sedangkan modelnya sibuk mencari gaya dan back ground yang pas. Bukan hanya satu ternyata. Ada satu pasang lagi ternyata, gue Cuma melihat sekilas sepertinya mereka mengabadikan ‘aksi’ di bagian lain benteng yang nggak gue kunjungi. Gue melirik HP. Badalah, sudah jam 11 siang.  Panas gilak!
tuh, yang lagi foto pre-wed
Di kompleks Benteng Ujung Pandang kini terdapat Museum La Galigo yang di dalamnya terdapat banyak referensi mengenai sejarah kebesaran Makassar (Gowa-Tallo) dan daerah-daerah lainnya yang ada di Sulawesi Selatan. Sayangnya gue nggak masuk ke dalam. Next time lah.
Museum La Galigo

Setelah berkeliling selama hampir satu jam, gue dan Ardi memutuskan untuk meninggalkan benteng. Di depan benteng, ada mas-mas yang menawarkan perahu. Lha mau kemana? Oiya, gue baru ngeh kalau dari depan Benteng Rotterdam, kita bisa nyebrang ke pulau-pulau kecil di sekitar Makassar; Pulau Lae-Lae, Pulau Samalona, Pulau Khayangan, Pulau Lanjukang, Pulau Kodingareng Keke dan lainnya. Gue nggak tau apa aja namanya. Males googling. Satu dari pulau-pulau tersebut, akan gue kunjungi pada hari berikutnya. Berhubung Cuma berdua, kami nggak mau langsung menyetujui penawaran mas-mas yang agak ngeyel. Lagian, sebentar lagi juga Sholat Jumat. Kami bilang besok (versi orang Jawa) mungkin baru  nyebrang kalau sudah membawa pasukan yang lebih banyak. Kalau di sini, Makassar, besok ya berarti harus besok beneran, nggak ada kata molor sampai lusa atau berhari-hari kemudian. Janjinya besok ya pasti akan ditunggu selama seharian. Itu wejangan dari teman Om gue yang asli Bantaeng namun sekarang tinggal di Gowa.


dipotret dari bagian belakang
lagi sibuk mengambil gambar

terbang melayang

Adhuh, hausnya minta ampuunnn!!! Beli minuman dulu yok? Es pisang ijo menjadi pilihan. Gue baru sekali minum es pisang ijo, itu pun di Jakarta. Dan ternyata di sini lebih enak dan lebih mahal. Semangkok harganya ceban. Dulu, gue berpikir kalo [isang ijo itu dibuatnya dari pisang yang belum mateng dan berwarna ijo, padahal kan nggak ada pisang yang berwarna ijo. Segeerrr!!! Lumayan membuat kenyang, tapi tak berapa lama pasti akan kelaperan lagi. Hehehe…

Next, Losari. (bersambung…)


2 comments:

  1. Dulu kayaknya ga ada tulisan 'fort rotterdam' nya ya di depan bentengnya?? haha tapi 5 yang tahun lalu sih..
    Muter2 benteng, foto2, trus malamnya pesta2 di benteng.
    next trip????

    ReplyDelete
  2. gubrakk, sekarang sudah maju, cuuyy.. hahaha
    wueennaaakkkk,,
    panTAI LOsari..
    blogmu ra tau diupdate, Lin??

    ReplyDelete