Tuesday, December 24, 2013

ZUBAIR BIN AWWAM -- PEMBELA RASULULLAH SAW



Setiap disebut nama Thalhah, pastilah disebut nama Zubair. Begitu pula setiap disebut nama Zubair, pastilah disebut pula nama Thalhah. Maka sewaktu Rasulullah saw mempersaudarakan para sahabatnya di Mekkah sebelum hijrah, beliau telah mempersaudarakan antara Thalhah dan Zubair.

Sudah semenjak lama, Nabi saw berkata kepada keduanya secara bersamaan, “Thalhah dan Zubair adalah tetanggaku di dalam surga”. Dan keduanya berhimpun bersama Rasulullah dalam kerabat dan keturunan.
Adapun Thalhah bertemu asal-usul keturunannnya dengan Rasulullah saw pada Murrah bin Ka’ab. Sedang Zubair bertemu pula asal-usulnya dengan Rasulullah saw pada Qusai bin Kilab, sebagaimana pula ibunya Shafiah, adalah saudara bapak Rasulullah saw. Thalhah dan Zubair, mereka berdau banyak persamaan satu sama lain dalam aliran kehidupan. Di antaranya: dalam pertumbuhan di masa remaja, kekayaan, kedermawaan, keteguhan beragama dan kegagah-beranian. Keduanya termasuk orang-orang yang pertama masuk Islam dan tergolong ke dalam sepuluh orang yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah saw masuk surga. Keduanya juga sama termasuk kelompok sahabat ahli musyawarah yang diserahi tugas oleh Umar bin Khaththab memilih khalifah sepeninggalnya.

Akhir hayatnya juga bersamaan secara sempurna, bahkan satu sama lain tak berbeda.
Sebagaimana telah kita katakan, Zubair termasuk dalam rombongan pertama masuk Islam karena ia merupakan golongan tujuh orang yang mula-mula menyatakan ke-Islam-annya dan sebagai perintis telah memainkan peranannya dengan penuh berkat di rumah Arqam. Usianya waktu itu baru 15 tahun. Dan begitulah ia diberi petunjuk, nur dan kebaikan selagi masih remaja. Ia benar-benar seorang penunggang kuda yang berani sejak kecil, hingga hli sejarah menyebutnya bahwa pedang pertama yang dihunusakan untuk membela Islam adalah Zubar bin Awaam.

Pada hari-hari pertama dari Islam, kaum muslimin waktu itu masih sedikit sekali hingga mereka selalu bersembunyi-sembunyi di rumah Arqam. Tiba-tiba pada suatu hari tersebar kabar bahwa Rasulullah saw terbunuh.

Seketika itu, tiada lain dari tindakan Zubair kecualai menghunus pedang dan mengacungkannya, lalu ia berjalan di jalan-jalan kota Mekkah laksana tiupan angin kencang padahal ia maih muda belia. Ia mula-mula pergi untuk meneliti berita tersebut dan bertekad seandainya berita itu benar adanya, niscaya pedangnya akan menebas semua pundak orang Quraisy sehingga ia mengalahkan mereka atau menewaskannya.
Di suatu tempat ketinggian kota Mekkah, Rasulullah saw menemukannya, lalu bertanya akan maksudnya. Zubair menyampaikan berita tersebut. KemudiaN Rasulullah saw memohonkan bahagia dan mendoakan kebaikan baginya serta kemapuhan bagi pedangnya.

Sekalipun Zubair adalah seorang bangsawan terpandang dalam kaumnya, namun tak kirang ia menanguung derita dan penyiksaan Quraisy. Yang memimpin penyiksaan itu adalah pamannya sendiri. pernah ia disekap di suatu kurungan kemudian dipenuhi dengan hembusan asap api agar sesak napas. Lalu dipanggilnya Zubair di bawah tekanan siksa : “Tolaklah i=olehmua Tuhan Muhammad itu, nanti kulepaskankamu dari siksa ini!” Tantangan itu dijawab dengan pedas dan mengejutkan oleh Zubair. “Tidak, demi Allah swt aku tak akan kembali kepada kekafiran untuk selama-lamanya!” Padahal pada waktu itu ia masih menjadi pemuda belia bertulang lembut.

Zubair melakukan hijrah ke Habsyi (Ethiopia) dua kali, yang pertama dan yang kedua. Kemudian ia kembali untuk menyertai ketinggalan semua peperangan bersama Rasulullah saw. Tak pernah ia ketinggalan dalam berpenag atau bertempur. Banyaknya tusukan dan luka-luka yang terdapat pada tubuhnya dan masih berbekas sesudah lukanya itu sembuh membuktikan pula kepahlawanan dan keperkasaan Zubair.

Marilah kita renungkan pembicaraan salahseorang sahabatnya yang telah menyaksikan bekas-bekas luka yang terdapat hampir pada setiap bagian tubuhnya. “Aku pernah menemani Zubair ibnul Awaam pada sebagian perjalanan dan aku melihat tubuhnya, maka aku saksikan banyak sekali bekas luka goresan pedang, sedang di dadanya terapat seperti mata air yang dalam, menunjukkan bekas tusukan lembing dan anak panah. Maka kataku padanya:”Demi Allah swt telah kusaksikan sendiri pada tubuhmua apa ayng belum pernah kulihat pada orang lain sedikit pun!” Mendengar itu, Zubair menjawab: “Demi Allah swt, semua luka itu kudapat bersama Rasulullah pada peperangan di jalan Allah swt”.

Ketika perang Uhud usai dan pasukan Quraisy berbalik kembali ke Mekkah, Zubair diutus Rasulullah bersama Abu Bakar untuk mengikuti gerakan tentara Quraisy dan menghalau mereka hingga mereka menganggap kaum muslimin masih punya kekuatan dan tidak berpikir lagi untuk kembali ke Madinah guna memulai peperangan yang baru.

Abu Bakar dan Zubair memimpin 70 orang Muslimin. Sekalipun mereka sebenarnya sedang mengikuti suatu pasukan yang menang, namun kecerdikan dan muslihat perang yang dipergunakan oleh ash-Shiddiq dan Zubair, membuat orang-orang Quraisy menyangka bahwa mereka salah duga menilai kekuatan kaum muslimin dan membuat mereka berpikir bahwa pasukan perints yang dipimpin oleh Zubair dan Abu Bakar tampak kuat, tak lain sebagai pendahuluan dari balatentara Rasulullah saw yang menyusul di belakang dan akan tampil menghalau mereka dengan dahsyat. Karena itu, mereka bergegas mempercepat perjalanannya dan mengambil langkah seribu untuk kembali ke Mekkah.

Di perang Yarmuk, Zubair merupakan seorang prajurit yang memimpin langsung sautu pasukan. Sewaktu ia melihat sebagian besar anak buah yang dipimpinnya merasa gentar menghadapi balatentara Romawi yang menggunung maju, ia meneriakka “Allah swtu Akbar!” dan maju membelah pasukan musuh yang mendekat itu seorang diri dengan mengayunkan pedangnya, kemudian ia kembali ke tengah-tengah barisan musuh yang dahsyat itu dengan pedang di tangan kanannya, menari-nari dan berputar bagaikan kincir, tak pernah melemah apalagi berhenti.

Zubair r.a sangat gandrung menemui syahid. Amat merindukan mati di jalan Allah swt. Ia pernah berkata: “Thalhah bu=in Ubaidillah memberi nama anak-anaknya dengan nama Nabi-nabi padahal suda diketahui bahwa tak ada Nabi lagi sesudah Rasulullah saw. Maka aku menamai anak-anakku dengan nama para syuhada, semoga mereka berjuang mengikuti syuhada”. Begitulah dinamainya seorang anak Abdullah bin Zubair, mengambil berkat dengan sahabat ayng syahid, Abdullah bin Jahasy. Dinamainya pula seorang lagi al-Munzir mengambil berkat dengan sahabat yang syahid, yaitu al-Munzir bin Amar. Dinamainya pula yang lain ‘Urwah mengambil berkat dengan ‘Urwah bin Amar. Ada juga Hamzah, Ja’far, Mush’ab dan Khalid, yang mengambil berkat dari para syuhada : Hamzah bin Abdul Muthalib, Ja’far bin Abu Thalib, Mush’ab bin Umeir dan Khalid bin Sa’id.  Demikianlah ia seterusnya memilih untuk anak-anaknya nama para syuhada dengan pengharapan agar sewaktu datang ajal nanti, mereka tercatat sebagai syuhada.

Dalam riwayat hidupnya telah dikemukakan: bahwa ia tak pernah memerintah satu daerah pun, tidak pula mengumpulkan pajak atau pungutan lainnya, pendeknya tak ada jabatannya yang lain kecuali berperang pada jalan Allah swt. Kelebihannya sebagai prajurit perang tergambar pada pengandalannya pada dirinya sendiri secara sempurna dan kepercayaan yang teguh. Sekalipun sampai seratus ribu orang menyertainya di medan tempur, namun akan kau lihat bahwa ia berperang seakan-akan sendirian di arena pertempuran, dan seolah-olah tanghgung jawab perang dan kemenangan terpikul di atas pundaknya sendiri.keistimewaannya sebagai pejuan, terlukis pada keteguhan hatinya dna kekuatan urat syarafnya. Ia menyaksikan gugur pamannya, Hamzah, di perang Uhud. Orang-orang musyrik telah menyayat-nyayat tubuhnya yang tebunuh itu dengan kejam. Maka dari itu, ia berdiri di mukanya dengan sikap satria menahan gejolak hati dengan memegang teguh hulu pedangnya. Tak ada pikiran yang lain daripada mengadakan pembalasan yang serimpal, tapi wahyu segera datang melarang Rasululah saw dan kaum muslimin hanya mengingat soal itu saja.

Dan sewaktu pengepungan atas Bani Quraidha sudah berjalan lama tanpa membawa hasil, Rasulullah saw mengirim Zubair bersama Ali bin Abi Thalib. Ia berdiri di muka benteng musuh yang kuat serta mengulang-ulangucapannya: “Demi Allah swt, biar kami rasakan sendiri apay ynag dirasakan Hamzah, atau kalau tidak, akan kami tundukkan benteng mereka!”. Kemudian ia terjun ke dalm benteng hanya berdua saja bersama Ali. Dan dengan kekuatan urat syaraf yang mempesona, mereka berdua berhasil menyebarkan rasa takut pada musuh yang bertahan dalam benteng, lalu membukakan pintu-pintu benteng tersebut bagi kawan-kawan yang masih berada di luar.

Di perang Hunain, Zubair melihat pemimpin suku Hawazin yang juga menjadi panglima pasukan musyrik dalam perang tersebut yang bernama Malik bin Auf. Terlihat olehnya sesudah pasukan Hawazin bersama panglimanya lari tunggang langgang dari medan perang Hunain, ia sedang berada di tengah-tengah gerombolan besar sahabat-sahabatnya bersama sisa pasukan yang kalah. Maka dari itu, secara tiba-tiba diserbunya rombongan itu seorang diri dan dikucar-kacirkan kesatuan mereka, kemudian dihalaunya mereka dari tempat persembunyian ayng mereka gunakan sebagai pangkalan untuk menyergap pemimpin-pemimpin 
Islam yang baru kembali dari arena peperangan


Kecintaan dan penghargaan Rasulullah terhdap Zubair luar biasa sekali, dan beliau sangat membanggakannya, kata beliau: “Setiap Nabi mempunyai pembela dan pembelaku adalah Zubair bin Awwam”. Karena bukan saja ia saudara sepupu Rasulullah dan suami dari Asmabinti Abu Bakar yang empunya dau putri smeta, tapi lebih dari itu adalah karena pengabdiannya yang luar biasa, keberaniannya yang perkasa, sikap pemurahnya yang tak terkira dan pengorbanan diri dan hartanya untuk Allah swt. Sungguh Hasan bin Tsabit telah melukiskan sifat-sifatnya ini dengan indah sekali: : Ia berdiri teguh menepati janjinya kepada Nabi dan mengikuti sesuai dengan perkataan beliau. Ditempuhnya jalan yang telah digunakannya, tak hendak menyimpang daripadanya. Bertindak sebagai pembela kebenaran, karena kebenaran itu jalan sebaik-baiknya.
Ia adalah seorang penunggang kuda yang termahsyur dan pahlawan ayng gagah perkasa
Merajalela di medan perang dan diatkuti di setian arena
Dengan Rasulullah mempunyai pertalian darah dan masih berhubungan keluarga
Dan dalam membela Islam mempunyai jasa-jasa yang tak terkira
Betapa banyaknya marabahaya ayng mengancam Rasulullah, disingkirkan oleh Zubair dengan ujung pedangnya
Semoga Allah swt membalas jasa-jasanya”


Zubair bin Awwam adalah seorang yang berbudi tinggi dan bersifat mulia. Keberanian dan kepemurahannya seimbang laksana dua kuda satu tarikan. Ia telah berhasil mengurus perniagannya dengan gemilang, kekayannya melimpah, tapi semua itu dibelanjakannya untuk membela Isalm, sehingga ia sendiri wafat dalam berhutang. Tawakalnya kepda Allah swt merupakan dasar kepemurahannya, smber keberanian dan pengorbanannya hingga ia rela menyerahkan nyawanya dan diwasiatkan kepda anaknya, Abdullah, untuk melunasi utang-utangnya.


Dalam perang Jamal, Zubair menemui akhir hayat dan tempat kesudahnnya. Sesudah ia menyadari kebenaran dan berlepas tangan dari peperangn, terus diintai oleh golongan yang menghendaki terus berkobarnya api finah, lalu ia pun ditusuk oleh seseorang yang curang waktu ia sedang lengah, yakni di kala ia sedang shalat menghadao Tuhannya.

Si pembunuh itu pergi kepada Imam Ali dengan maksud melaporkan tindakannya terhadapr Zubair, dengan dugaan bahwa berita itu akan membuat Ali bersenang hati, apalagi sambil menanggalkan pedang-pedang Zubair yang telah dirampasnya setelah melakukan kejahatan tersebut.

Tetapi Ali berteriak demi mengetahui bahwa di muka pintu ada pembunuh Zubair yang mini izin masuk dan memerintahkan orang untuk mengusirnya, katanya: “Sampaikan berita kepada pembunuh putra ibu Shafiah, bahwa untuknya telah disediakan api neraka!”. Dan ketika pedang Zubair ditunjukkan kepada Ali oleh beberapa sahabatnya, ia mencium dan menangis lama sekali, kemudian Ali berkata: “ Demi Allah swt, pedang ini sudah banyak berjasa, digunakan oelh pemiliknya utnuk melindungi Rasulullah saw dari marabahaya”.

“Selamat dan bahagia bagi Zubair dalam kematian sesudah mencapai kejayaan hidupnya! Selamat, kemudian selamat kita ucapkan kepada pembela Rasulullah saw!” ucap Imam Ali.

No comments:

Post a Comment