Syukur adalah bentuk ungkapan terima kasih
kepada Sang Pencipta alam semesta. Begini, ketika kita diberi sesuatu oleh
orang lain, tentu kita akan mengucapkan terima kasih kepada orang itu. Nggak
mungkin, kan, kita malah memarahi (dalam konteks diberi sesuaru yang baik).
Namun, rasa syukur lebih dari rasa terima kasih itu sendiri. Bersyukur juga
merupakan sarana kita untuk semakin mendekatkan diri kepada-Nya.
Nah, syukur itu sendiri dibagi menjadi empat
macam.
Pertama, syukur melalui lisan atau perkataan.
Ya, lafal yang sering kita ucapkan ketika mendapat rejeki atau nilai bagus.
Alhamdulillaahi robbi al ‘aalamiina. Segala bentuk pujian hanya bagi Allah Rabb
semesta alam. Itu baru rasa syukur yang diucapkan oleh lisan. Masih sangat
dasar. Gampanglah ya kalau Cuma di mulut.
Kedua, bersyukur di dalam hati. Nah, ini mulai
agak sulit. Terlebih ketika hati sudah terkotori oleh penyakit iri dan dengki.
Bilangnya sih, alhamdulillaah, tapi di dalam hati masih dongkol ketika tetangga
atau temannya dapat rejeki lebih banyak atau nilai yang lebih tinggi. Menggerutu
mengapa dirinya tidak mendapatkan yang terbaik. Ingat, bersyukur bukan hanya
karena dapat yang terbaik. Tapi mendapatkan yang lebih baik dari sebelumya dan
lebih baik dari beberapa orang, bukan semua orang. Lha kalau harus menunggu
jadi yang terbaik, kapan mau bersyukur?
Ketiga, rasa syukur itu hendaknya diwujudkan
dengan perbuatan yang baik. Contohnya, sholat jadi lebih rajin, puasa sunnah
lebih sering, dzikir lebih banyak, amal sholeh lebih digalakkan, dan masih
banyak lagi. Kalau ini harus dong ya, masak sudah dikasih gratis nggak mau
berkorban sedikit pun?
Terakhir, mungkin ini terbilang gampang, tapi
masih banyak orang yang jarang melakukannya karena didasari rasa syukur itu
sendiri, lebih ke tujuan lain. Syukur dalam bentuk beramal harta, berinfaq,
bersedekah atau berwakaf.
"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih."
ingat kan, itu penggalan surat apa? Ya, benar. Surat cinta. Surat Cinta dari Pencipta kita, Allah swt. surat ke-14 ayat 7.
ingat kan, itu penggalan surat apa? Ya, benar. Surat cinta. Surat Cinta dari Pencipta kita, Allah swt. surat ke-14 ayat 7.
Jelas kan, kalau kita mau bersyukur, pasti
nikmatnya akan ditambah. Nikmat di sini bukan hanya dalam bentuk materi.
Pliisss, jangan jadi orang matre dong! Memang materi penting, tapi bukan
segalanya. Nikmat yang Dia diberikan bisa juga dalam bentuk keberkahan,
ketenangan, atau kebahagiaan. Itu jauh lebih penting dari sekedar materi. Buat
apa materi banyak tapi tetap merasa kurang? Mending kan, banyak dan cukup.
Cukup buat naik haji, cukup buat beli rumah.
Bersyukur juga harus—HARUS—dimulai dari hal
yang kecil. Bagaimana kita akan bisa mensyukuri hal yang besar kalau yang kecil
saja belum bisa? Ibaratnya bagaimana kita bisa membawa yang besar kalau
menjinjing yang kecil saja masih perlu bantuan orang lain? Mulai dari yang
kecil. Segala yang besar pasti dimulai dari yang kecil. Ingat firman Allah swt
di atas. Kalau mau bersyukur, pasti nikmatnya ditambah. Analoginya gini,
seperti memancing. Awalnya kita beri umpan cacing kecil untuk memancing ikan
kecil. Cacing yang digunakan sebagai umpan sebagai rasa syukur kita. Sedangkan
ikan yang didapat sebagai nikmat yang Allah berikan kepda kita. Setelah dapat,
ikan kecil itu kita jadikan umpan untuk memancing ikan yang lebih besar lagi.
Demikian seterusnya sampai dapat ikan yabg lebih besar lagi sampai dapat paus
biru. Lebay! Ya pokoknya gitu.
Nah, gimana kalau tidak bersyukur? Jelas,
bukan? Azab-Nya sangat pedih. Orang sombong tak pantas untuk mendapatkan nikmat
tambahan. Jelas-jelas Allah swt sangat membenci orang yang sombong dan
membanggakan diri. Tak mau mengakui kalau usahanya selama ini hanya karena
kerja kersanya, tanpa campur tangan-Nya. Ingat kisah Qarun. Ketika dia diberi
kekayaan oleh Allah yang sangat banyak, dia sombong. Akibatnya , Qarun dan
hartanya dibalikkan oleh Allah hingga tertelan tanah. Demikian juga Fir’aun.
Dia diberi kekuatan dan kekuasan serta kepintaran, tapi malah mengaku sebagai
Tuhan. Ya sebagai akibatnya dia dan bala tentaranya ditenggelamkan di Laut
Merah. Allah swt tak menerima taubatnya. Naudzubillaah.
Tentu nggak mau kan, hidup kita yang Cuma
sekali ini berakhir tragis?
Bagaimana kalau kita sudah terlanjur punya
kepintaran, punya jabatan tinggi dan harta yang banya tapi belum bersyukur,
atau katakanlah sudah bersyukur tapi merasa masih kurang? Allah swt Maha Baik
kok. Perhatikan firman di atas sekali lagi. “... dan jika kamu
mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
Masih belum paham? Bandingkan
dengan “... dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka Aku (Allah) akan
langsung menurukan azab”. Beda, kan?
Itulah salah satu bukti Allah
memang Maha Baik. Ketika kita masih terkadang lupa untuk bersyukur kepada-Nya,
Allah masih menangguhkan azab-Nya, tidak langsung menurunkan saat itu juga.
Kita masih diberi kesempatan untuk bersyukur di waktu kemudian. Azab yang
diturunkan Allah swt memang sangat pedih, tapi itu untuk orang-orang yang
sombong sehingga tak mau mengenal Allah.
Hendaknya kita biasakan untuk
bersyukur: DARI SEKARANG dan DARI HAL YANG KECIL.
Semoga bermanfaat. Wallaahu a’lam bishshowab.
*terinsipirasi oleh materi Pak Kyai dalam sebuah pengajian*
No comments:
Post a Comment