Apa yang ada di benak kamu ketika mendengar kata “pacaran”?
Pasti kebanyakan akan membayangkan dua sejoli—cowok dan cewek—yang belum
menikah sedang berdua-duakan di suatu tempat di mana mereka berdua tidak (mau) menyadari
orang-orang di sekitarnya. Pacaran adalah sebuah kultur yang sangat buruk bagi
kita sebagai pemuda-pemudi yang belum banyak makan garam kehidupan, terlebih
kita sebagai seorang muslim. Tidak seharusnya kita terjebak dalam suatu kondisi—meskipun
itu mendesak—yang mengharuskan kita untuk terjun ke dalam lembah kenistaan,
pacaran.
Kenapa Harus Pacaran?
Kenapa? Sebuah pertanyaan yang—harusnya—wajib untuk
diutarakan kepada pasangan tak resmi (belum menikah.red). Pertanyaan yang mungkin
menimbulkan efek “surprised” bagi mereka yang memang sedang dalam masa
tersebut.
Ada bermacam-macam jawaban yang dihasilkan, mulai dari “Hari
gini nggak pacaran? Apa kata dunia?”,”Buat seneng-seneng aja”,””Buat motivasi
aja” sampai dengan yang sangat nggak banget “Aku pacaran karena disuruh mama”. Hellooooowww??
(mulai lebay nih, padahal niatnya pengen serius lho...). Bagi pembaca yang
belum pernah pacaran—karena prinsip, bukan karena nasib—adakah alasan pacaran yang
bisa diterima? Saya, sebagai orang yang nggak akan pernah pacaran sebelum
menikah, nggak setuju dengan semua jawaban tersebut.
Terus, apa gunanya
pacaran coba? Adakah manfaatnya? Dia yang berpacaran agar bisa termotivasi,
apakah akan merasakan manfaat pacaran? Saya katakan, YA, tapi SEDIKIT atau
SEBENTAR. Bagaimana jika tiba-tiba putus? Apakah dia masih termotivasi? Tidak,
yang ada dia hanya terpuruk. Ketika dia dalam “masa keemasan” dalam pacaran,
wuih, semangat belajarnya menggebu-gebu. Semua pelajaran dapat dipahami dan
nilainya hampir memuaskan. Namun, saat “masa keemasan”nya itu hilang a.k.a
putus dengan sang pacar, tak ada sisa-sisa semangat yang melekat di dalam
dirinya. Semua menjadi hambar. Bahkan, makanan yang paling disukainya kaan
terasa pahit. (Bukan curhat, lho..). nilai sekolahnya turun drastis. Tentu hal
itu bukanlah yang diinginkan, ‘kan?
Hal itu juga berlaku untuk yang berpacaran Cuma buat
seneng-seneng aja. Kalau sudah nggak punya pacar, sedih-sedih aja dong??? Kasian
sekali...
Selain itu, jika seseorang pacaran karena alasan “Hari gini
nggak pacaran? Apa kata dunia?”, apa ada manfaat yang diperoleh dari pacaran
itu sendiri? Saya yakin dia nggak bakal bisa menjawab jika ditanya manfaat
pacaran. Orang dari awal, jawabannya sudah nggak jelas gitu.. :-P
Apalagi bagi orang-orang yang berpacaran karena disuruh sama
orang tua. Tersiksa rasanya. No comment dah..
“Say No to” Pacaran
Allah swt telah melarang kita untuk berpacaran. Wa laa
taqrobu al zinaa. Janganlah kamu mendekati zina. nah lo, mendekati saja nggak
boleh, apalagi melakukannya? Jangan coba-coba deh...
A : Nah, kita kan pacaran, bukan zina?
B : Emang elu nggak zina, tapi, bukankah zina itu awalnya
dari berdua-duaan, dan berdua-duanan itu pacaran?
A : Tapi kita masih bisa menjadga diri kog.
B : Siapa yang tahu... jika berdua-duaan, maka yang ketiga
adalah set.. Meskipun Cuma pacaran, ntar lama-lama pasti pegang-pegangan, mulai
dari pegang tangan, pegang rambut, terus pegang yang tidak seharusnya. masya
Allah.
A : Wajar dong...
B : Kemudian, semakin lama pacaran, merasa bahwa
pegang-pegangan saja nggak cukup, terus lanjut ke ciuman. Ckckck... Apakah itu
masih wajar??
A : eeehhmmm, y..ya m..ma..sih d..dong...
B :Nggak puas dengan ciuman, kemudian buka-bukaan dan
melakukan zina. naudzubillah.. wajar?
A : ya nggak sampai ke situ juga..
B : siapa yang bisa menjaga kalau pikiran kita sudah
dikuasai oleh set...
A : ...
B : Awalnya pacaran. Saling menatap lama. Pegang-pegangan,
ciuman, dan akhirnya melakukan hal yang bisa menimbulkan murka Allah swt.
No comments:
Post a Comment