Monday, January 27, 2014

Pergantian Tahun di Pantai Indrayanti dan Pantai Drini

Akhir tahun 2013, merupakan hari yang berbeda dengan akhir tahun di tahun-tahun sebelumnya. Kalau biasanya gue menghabiskan waktu di akhir tahun di rumah saja, kali ini gue punya pengalaman yang nggak biasa, belum luar biasa sih. Semoga di tahun-tahun berikutnya bisa menciptakan suasana yang luar biasa dan tentu dengan orang-orang yang berbeda dengan yang biasanya.

Rencana malam tahun baruan, entah siapa yang punya ide untuk menyambut tahun baru dengan sesuatu hal bisa membuat kami tambah akrab, sekaligus membuat kenangan manis, mumpung masih bersama. Kami, para calon pegawai, dipertemukan di sebuah kantor di Kota Salatiga. Sebagai calon pegawai, tentunya masih banyak waktu luang. Makanya, kami berencana pergi ke Jogjakarta. Ya, tempat mana lagi yang lebih keren dan jaraknya tak jauh dari Salatiga dibandingkan dengan Kota Pelajar tersebut?

Selepas jam kantor usai, yaitu pukul 17.00 WIB, kami bersiap-siap. Mandi dan cek perlengkapan. Pukul 17.40, kami berangkat. Naik mobil, nyewa sih, dengan driver dari kami sendiri. Doa gue “Semoga si sopir kuat nyetir sampai balik lagi ke Salatiga”. Nggak mungkin kalau naik motor. Selain karena jaraknya yang lumayan jauh, mungkin kalau naik motor membutuhkan waktu lebih dari empat jam, juga karena sekarang lagi musim hujan.

Pukul 21.30, berdelapan, kami mampir di sebuah warung ayam goreng. Karena perut sudah keroncongan, ya mau tak mau lah, makan, walaupun sebenarnya rasanya jauh dari kesan enak. Rasa ayamnya yang sangat manis, ukurannya kecil—meskipun dapat dua potong—, nasinya juga agak keras. Cuma satu yang lumayan mantep, lumayan, yaitu sambelnya, yang disajikan di atas ‘cowek’-nya langsung. Ya, daripada nggak makan?

Di sepanjang perjalanan, kami belum memutuskan mau ke mana, tepatnya pantai mana, karena saking banyaknya pantai indah di wilayah Gunung Kidul. Jujur, gue jarang banget ke pantai di Gunung Kidul, jadi ya gue sih ngikut aja. Bagi gue, semua pantai mempunyai kesan sendiri-sendiri. Dan akhirnya, kami memutuskan untuk melihat pesta kembang api di Pantai Indrayanti.

Gue kira, hmm, temen-temen gue juga, jalannya akan macet, mengingat malam itu adalah malam tahun baru. Pastinya, karena tak sedikit orang yang mau menghabiskan malam hanya dengan duduk manis di depan layar televisi atau bahkan tidur nyenyak. Sudah cemas, sih, takutnya sampai di tempat tujuan ternyata suara “dar dor dar dor”nya sudah nggak ada. Nggak lucu. Sangat nggak lucu. Alhamdulillah, ternyata jalannya lancar jaya. Kami sudah beropini jangan-jangan para pemuda-pemudinya sudah berangkat sejak siang karena semua berpikir kalau berangkat sore atau malam pasti macet, atau yang lebih nggak mengenakkan hati, pantainya tutup. Cuma ada dua spot yang macet, yaitu di Bukit Bintang dan sebuah tempat yang mau ada dangdutan. Ah, gue lupa siapa artisnya, secara gue bukan penggemar dangdut.

Sampai di Pantai Indrayanti ternyata masih pukul 23.00. Belum telat sih. Tapi tunggu dulu, di sana, di pinggir pantai, di pasir-pasirnya, sudah berkumpul ratusan orang. Ya maklum sih, di parkiran banyak kendaraan. Tapi gue nggak kepikiran kalau di pantai bakal ada orang sebanyak itu. Lha, kita mau nongkrong di mana coba, kalau pantainya penuh? Masak di tengah laut?

Oke, sambil mencari tempat yang agak kosong, lebih baik jalan-jalan dulu. Siapa tahu nemu yang bening-bening? Secara, kmai berdelapan cowok semua. Hehehe... Ah, tapi susah, lha wong gelap-gelapan gini? Akhirnya, setelah berjalan cukup jauh dan cukup susah karena di pasir-pasir, kami menemukan tempat yang agak kosong. Cukup dekat dengan bibir pantai.

Sembari menunggu tengah malam, detik-detik pergantian tahun, kami duduk-duduk di atas banner. Ah, ternyata ada juga temen gue yang cerdas. Bawa banner. Gampang membersihkannya dan kalau basah tinggal didudukin saja, pasti kering. Karena ada di antara kami yang merupakan seorang pendaki, maka tak lupa kami membawa perlengkapan masak mini. Cukup kompor kecil dan gasnya yang gedhenya sebesar kompor mainan keponakan gue dan sebesar botol obat nyamuk. Ya, tentunya bukan masak nasi lah. Cuma buat masak minuman cepat saji, lumayan, bisa menghangatkan badan yang agak dingin terkena angin pantai. Tak ketinggalan, dan ini adalah acara wajib ketika bepergian, foto-foto. Hahaha...

“Dor dor dorr”, lho, belum juga pukul 00.00 di HP gue, eh, sudah ada yang menyalakan kembang api. Semakin lama semakin banyak. Bersahut-sahutan. Mulai dari yang Cuma bunyi “pletek-pletek” sampai yang nyalanya bisa menghasilkan bentuk-bentuk yang indah. Pup peniup terompet tak mau kalah hebohnya. “Preetttt preeeeeettt”. Oiya, ada juga yang melepaskan lampion ke arah laut.  Dari ujung ke ujung. Rame sekali. Baru kali ini, gue melihat yang sekeren ini. Biasanya Cuma bisa melihat dari kejauhan. Oh, kasian sekali hidup gue.

Kami, yang ke pantai Cuma mau menikmati, bukan ikut berpartisipasi, cukup jadi penonton saja. Nggak bawa terompet, apalagi kembang api. Buang-buang duit aja. Mending buat jajan. Sesekali, ikutan heboh ketika ada kembang api yang lumayan bagus. Ada yang sibuk mengambil gambarnya, ada pula yang kepalanya mendongak terus seolah nggak mau ketinggaln satu detik pun momen pergantian tahun.
Mendekati pukul 01.00, suara kembang api sudah semakin berkurang. Beberapa pengunjung juga sudah entah kemana.

Lalu, tetiba, gerimis datang. Langit sepertinya menyuruh kami semua agar segera beristirahat. Lama-lama makin deras. Dan breeessss, hujan deras mengguyur pantai. Semua berlari ke tempat yang bisa digunakan untuk berteduh. Kebetulan, di pinggir pantai ada beberapa gazebo, semau berebut. Yes, kami dapat satu yang kosong. Namun, masalh belum selesai sampai di situ. Karena di pantai, tentu anginnya kenceng. Gazebo nggak ada pagarnya, pasti akan “ketampon”. Aha, kan ada banner. Pasang bannernya mengelilingi gazebo, cukup di sisi yang menghadap pantai. Aman. Gue Cuma membatin, kasian amat yang tetep kena air hujan dari samping.

Mau ngapain nih? Hujannya semakin deras. Masak “kekep-kekepan” kaya di gazebo sebelah? Jeruk makan jeruk dong? Hahaha... Main kartu aja lah, untung dalam perjalanan tadi tak lupa beli. Remi. Hihihi... Gue nggak bisa. Rencananya pengen merem aja sih. Tapi, main kartu sepertinya asyik. Lihat dulu deh, bagaimana cara bermainnya. Setelah temen-temen main beberapa kali, gue akhirnya bisa. Main pertama, berhasil, nggak ngocok. Baru kedua, gue kalah. Memang keberuntungan nggak datang dua kali.

Empat orang main, satu orang tidur, dua yang lain melihat permainan, satu lagi masak mie instan dan sarden. Wuihh, yummy. Dingin-dingin. Pas banget. Meskipun harus berbagi piring dan sendok, tanpa dicuci, ah, biarlah. Itulah nikmatnya kebersamaan. Toh, semua sehat wal afiat kok.

Main kartu tetpa berjalan, sampai mendekati Shubuh. Ah, waktu berjalan cepat sekali. Tapi, justru itu yang gue harapkan, malamnya cepet, paginya yang agak lama, biar bisa main-main di pantai sepuasnya. Menjelang fajar, permainan semakin seru. Ada tantangannya. Yang kalah, harus mengapit kaleng sarden di leher dengan kepalanya. Wah, gue kena sekali. Pegel juga ya? Nggak bisa mendongakkan kepala. Sial.
Oke, main kartu selesai. Sholat Shubuh. Mau tidur, tapi kursinya sudah disabotase oleh yang lain. Bertiga, kami berjalan-jalan mencari gazebo yang kosong dan kering. Ya, kan malamnya hujan, jadi beberapa ada yang basah kuyup. Karena nggak nemu-nemu, maknya kami memutuskan untuk berjalan-jalan saja, biar nggak ngantuk juga. Masih sepi, masih enak. Yaaa, ada satu yang gue nggak suka dari kebiasaan orang Indonesia : buang sampah sembarangan. Bekas-bekas kembang api tercecer di sana-sini. Besar kecil, banyak banget. Miris sekali, pantai sebagus ini harus dikotori. Kemana sih sikap menjaga kebersihan yang dimiliki orang-orang? Jangan-jangan sudah hilang?

Ada bukit karang di sebelah timur pantai. Lumayan besar sih. Bagus juga. Bagus untuk mencari sinyal maksudnya. Hehehe... Eh, tapi keren juga lho, melihat pantai dari atas karang. Melihat laut lepas yang seolah tak ada ujungnya. Rupanya banyak juga yang mendirikan tenda di atas karang. Di sisi lain, pemandangan juga tak kalah jauh menakjubkan. Foto-foto dulu lah, lay.

Setelah jalan-jalan, bertiga kami kembali ke basecamp, yang lain sudah berkemas. Woo, sebelum diteriakin yang lain, mending cepet-cepet mbantuin dah. Ternyata gazebo yang kami tempatin sudah ada yang menempati, sebuah keluarga dari Malang. Kenapa orang Malang sampai Jogja? Bukankan di sana juga deket dengan pantai yang keren juga? Entahlah.

Oke, bergegas ke mobil. Karena mau “keceh-keceh” di pantai yang lebih bersih dari Pantai Indrayanti. Nggak banget dheh kalau mau “keceh” di sana.

Tujuan berikutnya adalah Pantai Drini. Cantik juga namanya. Semoga pantainya juga indah.
Benar saja. Selain indah, juga bersih. Ada dua bagian. Satu bagian yang seperti kolam, ombaknya nggak langsung mengenai bibir pantai. Enak buat berendam, tapi dangkal. Satu bagian lagi yang langsung berhadapan langusung dengan ombak pantai selatan. Cukup besar. Dan lama-lama memang ombaknya semakin besar. Mendung. Membuat hawa semakin dingin. Main air nggak ya? Tapi masak sudah sampai pantai nggak basah-basahan? Ayo main ombak! Asyik. Sudah lebih dari setahun yang lalu nggak main ke pantai.

Berdelapan, kami menabrakkan diri ke ombak. Sesekali terjatuh karena kaki nggak kuat menopang tubuh yang terkena ombak. Seru. Aaaa, pengen ke sana lagi. Lumayan lama kami bermain.

Cuma satu yang kurang. Kamera. Temen gue yang punya kamera khawatir kameranya terkena air laut yang bersifat sangat korosif. Makanya, setelah beberapa lama main-main, temen gue itu ngajak gue ke mobil, mandi dan ngambil kamera. Yaaa, padahal gue masih asyik main. Lagian kenapa mesti gue yang diajak coba? Pasti  dia berpikir gue itu orangnya baik hati, mau disuruh nemenin dia. Hehehe... Emang gue dasarnya baik hati, saking dasarnya sampai nggak kelihatan.

Badan sudah bersih dan sudah ganti baju, saatnya foto-foto. Ah, tapi gue nggak mungkin bisa basah-basahan lagi. Males mandi lagi. Lama. Banyak pasir yang menempel. Yasutrala, kakinya saja yang basah. Tak lupa gue motret pake HP gue, eh, HP pemberian dhenk.  Buat kenang-kenangan pribadi. Daaannn, sesampainya di tempat temen-temen yang lain, belum juga gue ikutan foto, hujan turun lagi. Onde mande. Memang Allah Maha Adil ya, nggak mau membiarkan gue bersedih karena nggak bisa ikut foto-foto sambil basah-basahan. Lha wong yang lain juga nggak jadi foto. Hahaha... Bubar semua. “Balik ke mobil dan bersihkan badan lo semua dan segera pulang ke Salatiga!”

Ini dia beberapa foto yang gue ambil dan gua minta dari teman gua.






















3 comments:

  1. wah,,,, seru dan menyenangkan sekali ya jalan2 nya ke pantai.asyik
    artikel yang menarik

    ReplyDelete
    Replies
    1. hehe, iyaa, seru banget, -- seandainya cuaca cerah, parti kan lebih seru lagii :)

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete