Monday, June 20, 2011

DASAR!

Ada-ada aja ya tingkah para pengemis sekarang ini? Mulai dari para anak-anak di bawah 7 tahun sampai dengan para lansia. Apalagi di Jakarta. Pengemis-pengemis itu seakan nggak ada habisnya. Bahkan, sampai ada bosnya. Para pengemis itu "dididik" untuk menjadi pengemis yang handal sehingga mampu mendapatkan apa yang dimaui oleh si bos.

Di sekitar tempatku mengenyam pendidikan, sudah tak terhitung berapa dari jumlah mereka yg pernah kujumpai. Pertama, beberapa anak kecil--yang aku yakini, mereka disuruh oleh orang tua ataupun bos mereka--dengan muka memelas dan suara khas "sedekahnya, om", siap mencegat seusai sholat Jumat di beberapa masjid. Bahkan tak hanya waktu Sholat Jumat, di luar jam sholat pun ada. Demikian juga di warung-warung nasi. Anaknya juga sama. Kog nggak bosen ngemis ya? (Namanya juga tuntutan hidup!)

Selanjutnya, ketika aku berangkat kuliah, ada ibu yang menggendong bayinya bersama seorang anaknya yang masih balita, menyodorkan gelas plastik kepada para mahasiswa yang tengah melintas. Sebagian besar dari mereka, sudah pasti akan mengacuhkan keberadaannya. Aku, nggak tiap hari memperhatikannya. Kalau lagi santai, baru kulirik sebentar. Namun, enggan rasanya mengulurkan uang saku barang cepek sekalipun, untuk dimasukkan ke gelas tersebut. Kurasa, lebih baik jika kumasukkan aja ke kotal amal di masjid.
Tempat kost sepertinya menjadi sebuah sasaran yang empuk untuk dimintai sejumlah uang. Usaha mereka--para pengemis--bermacam-macam. Mulai dari mengaku bahwa dia adalah perwakilan dari pondok pesantren atau panti asuhan, bawahan ketua RT yang meminta sumbangan perlombaan, sampai dengan anak-anak yang menggedor-gedor pintu kost.

Pernah suatu kali, ada beberapa orang yang--tiba-tiba saja--membersihkan area sekitar kost. Kemudian, satu orang mengetuk pintu, mau meminta bantuan agar kita (para penghuni kost) juga ikut membersihkan. Usut punya usut, ternyata mereka cuma mau diberi uang. Bilangnya sih buat beli kopi. Setelah kuberi beberapa lembar uang ribuan, tidak lama kemudian, batang hidung mereka tak tampak. Kemana mereka? Katanya mau bersih2?

Belum lagi ada bapak-bapak yang dengan tenangnya, masuk ke kost. Mentang-mentang lagi nggak dikunci. Untungnya ada aku dan beberapa temenku yang sedang nonton tv di ruang tengah. Coba kalau enggak? Masak mau minta "sumbangan" nggak pakai sopan santun?

Ada juga seorang bapak yg minta sumbangan untuk sebuah pondok pesantren. Dia udah lebih dari dua kali datang. Aku sampai hafal. Pertamanya sih aku kasih. Namun, selanjutnya ya ogah lah!

Kemudian, seorang bapak yang punya cara lain. Dia menunggu mahasiswa yang baru selesai kuliah di masjid dekat kampus. Biasanya kan para mahasiswa kelar kuliah jam 13.30 atau 16.30. Nah, jam segitu tuh bapak itu "melancarkan" aksinya. Berdiri di dekat pintu masjid sambil membagikan buku saku bacaan dzikir, plus sebuah amplop. Awalnya, kukira buku itu dikasih beneran, baik banget tuh bapak. Eh, ternyata... Makanya, ketika aku dikasih buku itu, ya kuterima aja, terus kuletakkan di dekat tempat aku sholat, tanpa ku kembalikan ke bapaknya.

Minggu siang, tiba-tiba aja ada dua orang masuk ke kost. Nggak pakai permisi juga. Udah gitu, ngomongnya teriak-teriak sampai mengalahkan speaker masjid.

"woy, minta sumbangan Rp 10.000,- per kamar buat pertandingan sepak bola. Disuruh ketua RT."

Hellooooo... Mana sopan santunmu, bung? Udah masuk nggak pake salam, teriak-teriak lagi. Tuh juga masnya yg satu lagi. Ngidupin tv sembarangan. Pelan-pelan dong volumenya? Kalo memang dari RT, harusnya ketua RT yg datang. Bukan elu-elu pade! Dikirenye kite mahasiswa bodoh? (Rade sombong nih ye critenye!)

Tak lama kemudian, bapak kost datang. Bicara baik-baik sampai menghasilkan kesepakatan. Tau kalau mereka--kedua orang yang nggak punya sopan santun--terpojok, akhirnya mereka pergi. Semoga nggak dateng lagi.

Dan, masih banyak lagi kisah-kisahku bertemu dengan para pengemis dan penipu. Kalau ditulis semua, kasihan yang baca.

Eh, maaf kalau penggunaan kata-katanya kurang sopan. ^_^

No comments:

Post a Comment