Thursday, October 20, 2011

Alles is Liefde

Rembulan tampak malu-malu untuk memperlihatkan dirinya. Bersembunyi di balik awan kelabu yang menghiasi langit malam. Beribu-ribu bintang gemerlapan menambah indahnya lukisan alam Sang Maha Pencipta. Sesekali, terlihat ada yang bergerak di atas sana. Mungkin, itu adalah pesawat yang sedang melintas di atasku berdiri atau pun ada meteor yang sedang berkeliling tata surya. Suara jangkrik yang bersahut-sahutan dari beberapa penjuru tempat, membuat suasana malam ini semakin nyaman jika dihabiskan dengan bernostalgia bersama keluarga dan orang-orang yang dicintai. Dari kejauhan, juga terdengar suara lolongan anjing yang sepertinya sedang memanggil teman-temannya yang berada cukup jauh dari tempatnya berdiam diri. Beberapa orang masih terlihat sedang saling bercanda, malah ada juga yang sedang marah-marah sambil berteriak-teriak. Sungguh malam yang penuh dengan fenomena-fenomena, baik alam atau buatan.

Aku, masih terdiam di bangkui yang sengaja aku tempatkan di halaman rumah. Bukan tanpa maksud aku melakukan demikian. Aku tidak duduk di bangku itu, namun tidur terlentang menghadap ke arah langit. Memperhatikan setiap sentimeter apa yang terjadi di atas sana. Ya, itu adalah sebuah kebiasaanku hampir tiap malam. Sebuah tindakan yang agak aneh memang, tapi aku suka dengannya. Daripada membuka buku pelajaran yang sudah cukup membuat aku bosan atau pun menonton siaran televisi yang tak pernah ada kejelasannya, mending menyaksikan keindahan ciptaan-Nya yang tak pernah ku tahu di mana batasnya itu.

Sambil mengunyah permen karet yang sudah tak ada rasanya lagi, aku memutar lagu dari playlist yang ada di HP ku. Sebuah lagu Barat aku pilih untuk menemani malamku. Lagu itu mengalun pelan dari HP yang sudah kumiliki selama hampir satu tahun terakhir dengan kerja kerasku selama mengajar beberapa anak yang memang ingin belajar privat.

If I could fall into the sky
Do you think time would pass me by
‘Cause you know I’d walk a thousand miles
Just see you tonight

Sebuah lagu yang pas banget dengan apa yang kurasakan saat ini. Tanpa sengaja, aku melantunkan dengan suara lirih. Pikiranku melayang ke suatu masa ketika aku berjumpa kamu kali pertama. Aku tak ingat persis sedang apa kamu saat itu. Yang pasti, aku melihatmu sedang duduk di pojok kelas sambil ngobrol dengan teman sebelahmu. Waktu itu, aku tak “ngeh” dengan kamu. Tak ada rasa apa-apa. Ku anggap akmu sebagai teman seperti yang lain, tak lebih. Bahkan, aku jarang bicara denganmu.

Sampai suatu saat, aku tak ingat kapan itu, kita mulai tahu sama lain. Kita mulai terbuka, saling ejek, ngobrol ke sana kemari yang tak jelas juntrungannya, sampai  makan bersama, bukan bersama dalam artian Cuma berdua, tapi bersama banyak orang. Hehehe... entah apa ynag membuat kita jadi semakin akrab dan mempunyai beberapa kesamaan yang—bisa dibilang—agak aneh. Hmmm, benar juga kata pepatah, bahwa beberapa orang yang mempunyai kesamaan akan berkumpul jadi satu. Tak diragukan lagi.

Aku tersenyum sendirian—bukan gila—sambil memencet HP tak beraturan. Lalu, aku memejamkan mata seraya berdendang sesuai lagu yang sedang mengalun dari HP ku. Beberapa saat, ku buka mataku. Kembali sang rembulan tertutup awan yang dari tadi tak mau berpindah dari tempat nongkrongnya semula. Perhatianku tertuju pada sebuah bintang paling terang yang berhasil tertangkap oleh retina mataku. Cantik. Kupandangi benda langit itu cukup lama. Sepertinya, dia tak sadar jika kutatap terus-terusan. Buktinya, tetap saja setia di tempat itu. J

Bintang...Bulan..., sampaikanlah padanya bahwa aku sedang merindukannya.

No comments:

Post a Comment