Saturday, August 6, 2011

Tingkatan Orang yang Berpuasa

Alhamdulillah, setelah sekian lama vakum dari dunia tulis-menulis (???), malam ini, saya bisa menyempatkan diri untuk berbagi sedikit ilmu. Selama dua minggu kemarin berkutat dengan Ujian Akhir Semester sehingga--sepertinya--tidak punya waktu yang cukup untuk menuangkan ide-ide yang sudah hampir tumpah dari otak. Banyak ide yang sudah menumpuk, minta untuk segera dikeluarkan. Tetapi, karena alasan tadi, tak mungkin diprioritaskan.

Ujian semester memang menjadi faktor utama "penghambat" kegiatan lain. Misalnya, organisasi menjadi agak terbengkalai, jarang menonton TV, lebih sedikit main, dan masih banyak yang lainnya. Ujian dianggap sebagai alasan yang tepat untuk menghindari sesuatu yang tidak diminati. Namun, tidak demikian untuk hal yang sangat digandrungi, ujian di-nomordua-kan. Padahal, sejatinya, kalau memang sudah mempersiapkan ujian jauh-jauh hari sebelumnya, tidak akan ada masalah yang berarti. Akan tetapi, karena mungkin terlena dengan waktu yang lebih "berharga" daripada untuk belajar, alhasil, persiapan ujian hanya--cukup--dengan satu malam.

Baik, saya tidak akan berpanjang kata lagi mengungkit masalah ujian karena saya sendiri juga sudah bosan. (:-)). Saya akan berbagi sedikit ilmu dari salah seorang ustadz yang mengisi kultum sebelum sholat tarawih tadi. Apa itu? Cekidot!

Tingkatan Orang yang Berpuasa

Namun sebelum melangkah lebih jauh lagi tentang tingkatan orang yang berpuasa, ada beberapa pertanyaan yang harus dijawab. Selama lima hari di bulan puasa, apakah ada yang "bolong"? Berapa juz yang telah dibaca? Berapa kali melakukan sholat sunnah (Dhuha dan Tahajud)? Apa yang dilakukan ketika siang hari?

Cukup dijawab di dalam hati saja.

Orang berpuasa, tidak hanya menahan haus dan lapar saja, tetapi juga menjaga anggota tubuh kita dari segala yang dilarang selama berpuasa. Kalau mungkin puasa hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum, saya yakin semua orang bisa melakukannya. Namun, lebih jauh lagi, akan sangat sulit ditemui, orang-orang yang mampu menjaga hal-hal yang membatalkan pahala puasa. Bukan membatalkan puasa.
Hal-hal yang membatalkan puasa ada lima hal, yaitu:
1. Al kidzba (Berdusta)
2. Ghibah (membicarakan orang lain)
3. Namimah (adu domba)
4. Sumpah palsu
5. Tidak bisa menjaga panca indera dari hal-hal yang mengundang syahwat

Nah, ketika kelima hal tadi dilakukan, maka hanya lapar dan dahaga yang didapat dari puasanya. Tidak lebih.

Ketika seseorang hanya mendapatkan lapar dan dahaga dari puasanya, itu merupakan tingkatan pertama, tingkatan paling rendah orang yang berpuasa. Atau disebut shoum al awwam, Puasa orang awam.

Tingkatan yang berikutnya adalah shoum al khuswa, puasa orang khusus. Artinya, selain menahan lapar dan dahaga, juga menjaga diri dari kelima hal yang membatalkan pahala puasa serta menjaga panca indera dari perbuatan yang tidak baik. Jadi, semua anggota tubuhnya berpuasa.

Tingkatan yang terakhir adalah shoum al khuswa fii al khuswa, puasa yang khusus dan lebih khusus lagi. Tingkatan ini sangat berat untuk dijalankan ataupun didapatkan. Hanya al anbiya', para shohabat dan waliyullah. Namun, jangan berkecil hati. Ketika kita punya tekad yang kuat untuk mencapai tingkatan ini dan Allah menghendakinya, bukan tidak mungkin kita akan menggapai hal tersebut. Mengapa begitu berat? Karena, selain menahan lapar dan dahaga serta menjaga anggota tubuh untuk berpuasa, pada tingkatan ini lebih dari itu. Ketika kita memikirkan, "nanti buka puasa, menunya apa?", itu pun tidak boleh. Tidak memikirkan hal-hal sepele yang tidak ada sangkut pautnya dengan ibadah puasa. Jadi, memang betul-betul beribadah untuk Allah swt.

Wallahu a'lam bish showab.

No comments:

Post a Comment